Minggu, 27 Oktober 2019

Makalah Tafsir Maudu'i Aqidah tentang sifat-sifat Allah

BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Ada 4 Unsur Iman Kepada Allah, yang petama yaitu mempercayai atas wujud (keberadaan) Allah. Kedua mempercayai atas keesaan Allah dalam rububiyah, yang ketiga yaitu mempercayai atas keesaan Allah dalam uluhiyah. Dan, yang terakhir yaitu percaya terhadap asma’ wa shifat (nama-nama dan sifat-Nya).
Istilah Bertauhid adalah meyakini bahwa Allah itu ada dan berbeda dengan makhluknya, berbeda dalam wujud dan sifat-sifatnya. Kita tidak bisa membayangkan wujud dzat nya Allah karena dzatnya tidak terjangkau oleh penginderaan kita. Namun dzat Allah wujudnya dapat dikenali dari sifat-sifatnya. Sifat-sifat Allah ini tercermin dari nama-nama Allah yang dikenal sebagai asmaul husna. Dari banyak nama yang mencerminkan sifat Allah ini, para ulama mengelompokkan sifat Allah pada dua sifat besar: jalaliyyah dan jamaliyyah.

B.     Rumusan Masalah
1.      Mengenal sifat-sifat Jamaliyah Allah SWT
2.      Mengenal sifat-sifat Jalaliyyah Allah SWT
BAB II
PEMBAHASAN

A.     Sifat Jamaliyyah Allah SWT
jamâliyah adalah sifat-sifat yang berisi aspek-aspek keindahan dan kelembutan Allah, seperti al-Rahîm (Maha Penyayang), al-Ghafûr (Maha Pengampun), al-Lathîf (Maha Lembut), dan al-Rahmân (Maha Penyayang). Berikut contoh pandangan tafsir dari salah satu sifat jamaliyyah Allah ini[1]
1.      ayat mengenai Allah memiliki sifat-sifat mulia
هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ 22
            Mengutip dari tafsir at-Thobari, disebutkan:[2]
يقول تعالى ذكره: الذي يتصدّع من خشيته الجبل أيها الناس هو المعبود،الذي لا تنبغي العبادة والألوهية إلا له، عالم غيب السموات والأرض، وشاهد ما فيهما مما يرى ويحسّ (هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ) يقول: هو رحمن الدنيا والآخرة، رحيم بأهل الإيمان به.
Maksud dari keterangan diatas adalah bahwasannya tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah SWT, Dia-lah yang mengetahui segala hal yang ghaib di langit dan bumi, Dia-lah yang menyaksikan segala hal yang dapat dilihat dan dirasakan. (هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ) Sifat rahman bagi seluruh kehidupan di dunia dan akhirat, sedangkan sifat Rahiim untuk bagi yang beriman kepada-Nya.
     Dalam Tafsir al-Misbah, disebutkan bahwa banyak ulama’ berpendapat baik Ar-rahman atau ar-rahiim keduanya diambil dari kata “rahmat”, dengan alasan bahwa “timbangan” kata tersebut dikenal dari bahasa arab. الرَّحْمَنُ berwazanفعلان , wazan فعلان  biasanya menunjukkan kepada kesempurnaan. Itulah makanya tidak ada yang disebut الرَّحْمَنُ kecuali hanya Allah SWT. Karena itu kita dapat menjumpai dalam ayat al-Qur’an yang mengajak manusia untuk menyembah-Nya digunakan kata الرَّحْمَنُ sebagai kata ganti Allah, atau menyebut kedua kata tersebut sejajar dan bersamaan. Seperti dalam firman-Nya dalam surat al-Isra’ [3]
قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَنَ أَيًّا مَا تَدْعُوا فَلَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى...
Katakanlah “serulah Allah atau serulah ar-Rahman dengan mana saja kamu seru. Dia mempunyai al-asma’ al-husna...”
     Sedangkan الرَّحِيمُ berwazan فعيل, atauفاعل  menunjukkan kesinambungan atau kemantapan. Maka kata الرَّحِيمُ bisa untuk sifat Allah dan juga sifat makhluk yang dimana kata jamaknya, dan juga dalam al-Qur’an kata rahim juga untuk menunjukkan sifat Rasul yang memiliki rasa beberbelas kasih terhadap umatnya, sebaigamana disebut dalam firman Allah:
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri,berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. (QS. At-Taubah:128)
Allah SWT juga dinamai dengan أرحم الراحمين yang berarti yang paling Pengasih diantara seluruh yang rahiim atau Pengasih. Dia juga disifati خير الراحمين atau berarti sebaik-baik pengasih.[4]
Seperti dalam firman-Nya di surat al-Mu’minun ayat 118:
وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِينَ
“Dan katakanlah (Muhammad) “Ya tuhanku berilah ampunan dan (berilah) Rahmat, Engkaulah pemberi rahmat yang baik.”
B.     Sifat Jalaliyyah Allah SWT
Jalaliyah adalah sifat-sifat yang berisi aspek-aspek keagungan dan kebesaran Allah SWT, seperti al-Akbar (Maha Besar), al-Azhîm (Maha Agung), al-Qawiy (Maha Kuat), dan al-Qadîr (Maha Kuasa). Dalam perspektif feminisme, jalaliyyah merujuk pada sifat maskulin dan jamaliyyah merujuk pada sifat feminim. Dua sifat yang hadir sekaligus pada dzat yang tunggal. Aspek jalâliyah adalah sesuatu yang sangat bernilai luar biasa, sangat tinggi, tak terjangkau dan tak ada bandingannya dengan makhluknya. Akan tetapi, di samping itu Allah juga sekaligus indah, dekat, akrab, penuh cinta, dan sifat-sifat kelembutan lainnya yang terangkum dalam aspek jamâliyah.[5]
Inilah salah satu contoh dari sifat jalaliayah Allah yang terdapat dalam Q.S Ali Imran: 26, yaitu:
 قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (26) تُولِجُ اللَّيْلَ فِي النَّهَارِ وَتُولِجُ النَّهَارَ فِي اللَّيْلِ وَتُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَتُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَتَرْزُقُ مَنْ تَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ (27)
Dalam tafsir al-munir dijelaskan sebab nuzul  dari ayat ini mengacu pada hadist tentang keinginan Rasulullah untuk menaklukkan persia dan romawi, yang mendapat respon dari orang munafiq dan yah udi, yang dimana mereka mengatakan hal tersebut tidaklah mungkin.[6]
وقال ابن عباس وأنس بن مالك: لما افتتح رسول الله صلّى الله عليه وسلّم مكّة، ووعد أمته ملك فارس والرّوم، قالت المنافقون واليهود: هيهات هيهات، من أين لمحمد ملك فارس والرّوم؟ هم أعزّ وأمنع من ذلك، ألم يكف محمدا مكة والمدينة، حتى طمع في ملك فارس والرّوم؟ فأنزل الله تعالى هذه الآية.

Adapun munasabah dari ayat ini yaitu:
المناسبة:
هذه الآية بقصد تسلية النّبي صلّى الله عليه وسلّم أمام موقف المشركين وأهل الكتاب بإنكار دعوته فيما ذكرته الآيات السابقة، والتذكير له بقدرته تعالى على نصرة دينه وإعلاء كلمته، فكان المشركون ينكرون النّبوة لرجل يأكل الطعام ويمشي في الأسواق، وأهل الكتاب ينكرون النّبوة في غير بني إسرائيل
Maksud dari keterangan diatas bahwasanya ayat ini ditunjukkan sebagai hiburan untuk baginda Nabi Muhammad SAW, yang dimana orang-orang musyrik dan ahlul kitab mengingkari dakwah nabi yang telah disebutkan dalam ayat-ayat sebelumnya, dan sebagai pengingat bagi nabi atas ke maha kuasaannya Allah taala dalam menolong nabi untuk menegakkan nagama dan kalimat Allah. Yang dimna orang-orang musyrik mengingkari kenabian seorang laki-laki yang sama seperti mereka dalam hal sama-sama makan dan sama-sama pergi kepasar, dan ahlulkitab juga mengingkari  kenabian selain dari golongan bani israil.


فقه الحياة أو الأحكام:
دلّت الآيات على أن الله تعالى صاحب السلطان المطلق، والقدرة الشاملة، والإرادة والمشيئة العليا، بيده الخير والشّر خلقا وتقديرا، لا كسبا، فالخير منه مطلقا، والشّر لا ينسب إليه أدبا، وإنما ينسب لفاعله.
وإنّ النّبوة والملك والرّزق بيده تعالى، يمنحها بحسب الإرادة ومقتضى الحكمة البالغة، والحجة التامة.
وإنّ إدخال الليل بالنهار وإدخال النهار بالليل دليل على كروية الأرض ودورانها لأن تعاقب الليل والنهار، وتفاوت مقدارهما بحسب الفصول والأزمنة والأمكنة يشير إلى الكروية والدوران.
ويخرج الله الحيّ من الميّت، والميّت من الحيّ بكلّ من المعنى المادي والمعنوي المتقدم. وإنعامه عام يتولى من يشاء، والرزق على الله مضمون، يعطي منه ما يشاء ويمنع بمقتضى الحكمة والإرادة والمشيئة.
روى الطبراني عن ابن عباس عن النّبي صلّى الله عليه وسلّم قال: «اسم الله الأعظم الذي إذا دعي به أجاب: في هذه الآية من آل عمران: قُلِ اللَّهُمَّ مالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشاءُ، وَتُعِزُّ مَنْ تَشاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشاءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ»
Maksud dari keterangan diatas adalah bahwasannya ayat ini menununjukkan bahwa hanya Allah lah pemilik segela kerajaan, Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan Allah Maha Berkehendak ata segala kehendak-Nya. Dari-Nya lah segala sesuatu yang baik, dan segala hal yang buruk itu kembali ke manusianya yang mengerjakan keburukan. Allah-lah Yang Mengatur segala zaman dan tempat di dunia ini. Allah mampu menghidupkan yang telah mati, atau mematikan yang hidup. Dan segala nikmat-Nya itu ditunjukkan umum untuk semuanya dengan segala kehendak-Nya, Dia dapat memberi rizqi ataupun mencegah rizqi bagi segalanya.[7]












BAB III
PENUTUP



KESIMPULAN

Sifat-sifat Allah adalah sifat sempurna yang yang tidak terhingga bagi Allah. Kita sebagai muslim hukumnya wajib untuk mempercayai bahwa terdapat sifat kesempurnaan yang tidak terhingga bagi Allah.
Berbicara masalah keimanan kitan perlu mengerti bahwa iman kepada Allah itu ada 3 poin inti. Yaitu pertama membenarkan dengan sepenuh hati bahwa Allah itu memang benar-benar ada dengan semua sifat sifatnya. Yang kedua mengakui itu dengan pengucapan lisan, dan yang ketiga membuktikannya dengan melakukan amal perbuatan yang baik secara nyata. Jadi, seseorang dapat dikatakan sebagai mukmin (orang yang beriman) sempurna apabila memenuhi ketiga unsur keimanan di atas. Apabila hati seseorang percaya atas keberadaan Allah SWT secara yakin. Tetapi tidak lantunkan dengan lisan dan disertakan dengan perbuatan amal baik, maka orang tersebut belum termasuk sebagai golongan orang yang beriman kepada Allah SWT secara sempurna. Sebab, ketiga poin keimanan kepada Allah SWT itu merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan.




DAFTAR PUSTAKA


Purba, Hadis. 2011. Tujuh ilmu Syahadat dan Amal. Medan: iain Press
Shihab, M. Quraish. 2017. Tafsir Al-Misbah. Jilid. 1. Jakarta: Lentera Hati.
At-Thobari, Ibnu Jarir. 2000. Jamiul Bayan Fi Ta’wilil Qur’an. Jilid. 23. Mesir: Muassasah Ar-Risalah
Az-Zuhaili, Wahbah. 1418 H. Tafsir Al-Muniir. Cet. 2. Jilid 3. Damaskus: Dar Al-Fikr



[1] Hadis Purba, Tujuh ilmu Syahadat dan Amal, (Medan: iain Press, 2011), hal. 28
[2] Ibnu Jarir At-Thobari, Jamiul Bayan Fi Ta’wilil Qur’an, (Mesir: Muassasah Ar-Risalah, 2000), jilid. 23, hal. 548
[3] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2017), jilid. 1, hal. 41
[4] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, hal. 42
[5] Hadis purba, Tujuh ilmu Syahadat dan Amal, (Medan: iain Press, 2011), hal. 30
[6] Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-Muniir, (Damaskus: Dar Al-Fikr, 1418 H), Cet. 2, jilid. 3, hal. 53
[7] Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-Muniir, hal. 54

Tidak ada komentar:

Posting Komentar